Makna Kedaulatan Rakyat
Sebagaimana telah di uaraikan di atas,
kedaulatan rakyat mengandung arti kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Dengan
demikian makna kedaulatan rakyat adalah
demokrasi, yang berarti pemerintahan yang kekuasaan tertinggi
terletak/bersumber pada rakyat.
Paham yang menekankan tentang kedaulatan
rakyat berkembang mulai abad XVII - XIX hingga sekarang. Paham ini dipengaruhi
oleh teori kedaulatan
hukum yang menempatkan rakyat sebagai obyek sekaligus sebagai subyek dalam negara (demokrasi). Tokoh pengamat paham teori kedaulatan rakyat
adalah John Locke, Thomas Hobbes Montesquieu, dan Jean John Rousseau.
1) John Locke
John Locke berpendapat bahwa, negara dibentuk melalui
perjanjian masyarakat. Sebelum membentuk negara, manusia
hidup sendiri-sendiri dan tidak ada peraturan yang mengikat mereka untuk
memenuhi kebutuhannya kemudian mereka mengadakan suatu perjanjian
membentuknegara. Perjanjian itulah yang disebut dengan perjanjian masyarakat
atau kontrak sosial. Perjanjian masyarakat ada dua, yaitu perjanjian
antarindividu dan perjanjian antarindividu dengan penguasa. Meskipun demikian
rakyat tidak menyerahkan seluruh hak-hak manusia kepada penguasa. Rakyat tetap
mempertahankan hak-hak asasinya seperti hak hidup, hak milik, hak mendapat
kemerdekaan. Penguasa tetap melindungi hak-hak tersebut dan mengaturnya dalam
UUD negara tersebut.
Dalam memahami perjanjian masyarakat terdapat
perbedaan mendasar antara John Locke dan Thomas Hobbes. Jika Thomas Hobbes
hanya menjelaskan satu jenis perjanjian masyarakat saja, yaitu pactum
subjectionis, John Locke menjelaskan kontrak sosial itu
dalam fungsinya yang
rangkap.
Pertama, individu dengan individu
lainnya mengadakan suatu perjanjian masyarakat untuk membentuk
suatu masyarakat politik atau negara. Perjanjian masyarakat ini merupakan
perjanjian tahap pembentukan negara yang dinamakan pactum unionis. Kedua, John
Locke sekaligus menyatakan, bahwa suatu permufakatan
yang dibuat berdasarkan suara terbanyak dapat dianggap sebagai
tindakan seluruh masyarakat itu, karena persetujuan individu-individu
untuk membentuk negara mewajibkan individu-individu lain
untuk menaati negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu.
Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak itu tidak dapat mengambil
hak-hak milik manusia dan hak-hak lainnya yang tidak dapat dilepaskan.
Perjanjian masyarakat tahap kedua ini dinamakan pactum subjectionis.
Menurut John Locke, individu mempunyai hak-hak yang
tidak dapat dilepaskan berupa hak-hak kodrat yang dimiliki individu sebagai
manusia sejak ia hidup dalam keadaan alamiah. Hak-hak itu
mendahului adanya kontrak sosial yang dibuat kemudian, dan karena
itu hak-hak itu tidak dapat dihapuskan dengan adanya kontrak sosial tersebut.
Bahkan, menurut John Locke, fungsi
utama perjanjian masyarakat ialah untuk menjamin dan
melindungi hak-hak kodrat tersebut. Dengan demikian ini, John
Locke mengajarkan negara yang dalam kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak
kodrat yang tidak dapat dilepaskan itu. Hak-hak kodrat
disebut juga sebagai hak asasi manusia. Ajaran John Locke menghasilkan
negara yang menghormati hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang dasar
atau konstitusi. Negara yang diatur dengan undang-undang dasar disebut
negara konstitusional.
Menurut John Locke kekuasaan negara dibagi
dalam tiga kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif yang masing-masing terpisah satu sama lain.
Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang.
Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undangundang dan di dalamnya
termasuk kekuasaan mengadili, sedangkan kekuasaan federatif adalah segala
kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga
keamanan negara dalam hubungannya dengan negara lain seperti hubungan luar
negeri (alliansi).
2) Thomas Hobbes
Sama dengan John Locke, Thomas Hobbes yanberpendapat bahwa negara
dibentuk melalui perjanjian masyarakat.
Thomas Hobbes menjelaskan kontrak
sosial melalui pemahaman, bahwa
kehidupan manusia terpisah dalam dua zaman, yakni keadaan sebelum
ada negara (status naturalis, state of nature, keadaan
alamiah) dan keadaan bernegara. Bagi Thomas Hobbes, keadaan alamiah
sama sekali bukan keadaan yang aman sentosa, adil dan
makmur. Tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan
sosial yang kacau, tanpa hukum yang dibuat manusia secara sukarela dan tanpa
pemerintah, tanpa ikatan-ikatan sosial antarindividu. Dalam keadaan demikian,
hukum dibuat oleh mereka yang fisiknya terkuat sebagaimana keadaan di hutan
belantara. Manusia seakan-akan merupakan binatang dan menjadi mangsa dari
manusia yang secara fisik lebih kuat dari padanya. Keadaan ini dilukiskan dalam
peribahasa Latin, homo homini lupus (manusia saling memangsa satu sama
lain). Manusia saling bermusuhan, berada
terus-menerus dalam keadaan peperangan yang satu melawan yang lain. Keadaan
semacam ini dikenal sebagai bellum omnium contra omnes (perang antara semua
melawan semua). Bukan perang dalam arti peperangan yang terorganisasi, tetapi
perang dalam arti keadaan bermusuhan yang terus-menerus antara individu dan
individu lainnya.
Keadaan serupa itu tidak dapat dibiarkan
berlangsung terus. Manusia dengan akalnya mengerti dan menyadari, bahwa
demi kelanjutan hidup mereka sendiri, keadaan alamiah itu harus diakhiri. Hal ini dilakukan dengan cara
mengadakan perjanjian bersama.
Individu-individu yang tadinya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan
menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah
badan.
Bagi Thomas Hobbes hanya
terdapat satu macam perjanjian, yakni pactum subjectionis atau perjanjian pemerintahan dengan jalan
segenap individu yang berjanji menyerahkan semua hak-hak kodrat mereka yang
dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah kepada seseorang atau sekelompok
orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan mereka. Akan tetapi perjanjian
saja belumlah cukup. Orang atau sekelompok orang yang ditunjuk itu harus diberi
pula kekuasaan. Negara harus berkuasa penuh sebagaimana halnya dengan binatang
buas, leviathan, yang dapat menaklukkan segenap binatang buas lainnya. Negara
harus diberi kekuasaan yang mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat
ditandingi dan disaingi oleh kekuasaan apapun. Di dunia ini tidak ada kekuasaan
yang dapat menandingi dan menyaingi kekuasaan negara.
Dengan perjanjian seperti itu
tidaklah mengherankan bahwa Thomas Hobbes mengajarkan negara
yang mutlak, teristimewa negara kerajaan yang absolut. Thomas
Hobbes berpendirian, bahwa hanya negara yang berbentuk negara kerajaan
yang mutlaklah dapat menjalankan pemerintahan yang baik.
3) Montesquieu
Beberapa puluh tahun kemudian, filsuf Perancis
Montesquieu mengembangkan lebih lanjut pemikiran John Locke tentang tiga.
kekuasaan di atas yang sering kita dengar istilah Trias Politica. Dalam
uraiannya ia membagi kekuasaan
pemerintahan dalam tiga cabang, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan
eksekutif, kekuasaan yudikatif. Menurut dia kekuasaan itu haruslah
terpisah-pisah satu sama lain, baik mengenai tugas atau fungsi mengenai alat
perlengkapanatau organ yang menyelenggarakannya, terutama adanya kebebasan
badan yudikatif yang ditekankan oleh Montesquieu. Mengapa? Karena di sinilah
letaknya kemerdekaan individu dan hak asasi manusia itu dijamin dan
dipertaruhkan. Kekuasaan legislatif menurut
Motesquieu adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan menyelenggarakan undang-undang dan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas penyelenggarakan
undang-undang.
4) Jean Jacques Rousseau
Beliau merupakan pengamat teori perjanjian
masyarakat dan dianggap sebagai bapak Teori Kedaulatan Rakyat. Menurutnya,
negara dibentuk. oleh kemauan rakyat secarasukarela. Kemauan rakyat untuk
membentuk negara disebut kontrak sosial. Individu secara sukarela dan bebas
membuat perjanjian untuk membentuk negara berdasarkan kepentingan mereka.
Negara seba'gai organisasi berkewajiban mewujudkan cita-cita atau kemauan
rakyat yang kemudian dituangkan dalam bentuk kontrak sosialyang berupa
konstitusi negara. Rousseau juga menekankan adanya kebebasan dan persamaan.
Tags:
BahanAjar