BahanAjar
Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila

Membicara Bagaimana Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila, berarti kita akan membahas tentang Makna atau Hakekat Demokrasi, Klasifikasi Demokrasi, Prinsip-Prinsip
Demokrasi, Periodesasi Perkembangan Demokrasi di Indonesia dan Dinamika
Penerapan Demokrasi di Indonesia. Mengapa demikian? Karena kita akan mengetahui
Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila kalau kita memahami apa yang dimaksud demokrasi pancasila dan perkembangan demokrasi pancasila di Indonesia. Secara singkat
memang Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan sila Pancasila
yang dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh. Dalam demokrasi tersebut
musyawarah untuk mufakat sangat diharapkan. Karena setiap keputusan dapat
dicapai dengan mufakat. Tapi jika tidak tercapai mufakat, maka keputusan dapat
ditempuh melalui pemunguta suara. Dalam buku Pancasila (2012) karya Suparman,
dalam bentuk negara modern, kekuasaan politik dapat dijalankan secara baik
manakala di dalam penyelenggaraan pemerintahan menggunakan prinsip dan sistem
demokrasi. Penggunaan sistem demokrasi dalam penyelenggaraan kekuasaan negara
adalah mutlak. Untuk itu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah
menggunakan sistem demokrasi yang sangat tepat bagi bangsa Indonesia yang
pluralisme adalah Demokrasi Pancasila.
1. Makna Demokrasi
Awal kita membicarakan Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila, adalah memahami hakekat demokrasi. Kata demokrasi berasal dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang
berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat.
Kata ini kemudian diserap menjadi salah satu kosakata dalam bahasa Inggris
yaitu democracy. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci dalam bidang ilmu
politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Kebanyakan orang mungkin sudah
terbiasa dengan istilah demokrasi. Tapi tidak menutup kemungkinan masih ada
yang salah mempersepsikan istilah demokrasi ini. Bahkan tidak hanya itu, konsep
demokrasi bisa saja disalahgunakan oleh para penguasa terutama penguasa yang otoriter
untuk memperoleh dukungan rakyat supaya kekuasaannya tetap langgeng.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
demokrasi merupakan istilah politik yang berarti pemerintahan rakyat. Hal
tersebut bisa diartikan bahwa dalam sebuah negara demokrasi kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil
yang mereka pilih di bawah sistem pemilihan bebas.
Dalam pandangan Abraham Lincoln, demokrasi
adalah suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya
rakyat dengan serta merta mempunyai kebebasan untuk melakukan semua aktivitas kehidupan
termasuk aktivitas politik tanpa adanya tekanan dari pihak manapun, karena pada
hakekatnya yang berkuasa adalah rakyat untuk kepentingan bersama. Dengan demikian
sebagai sebuah konsep politik, demokrasi adalah landasan dalam menata sistem pemerintahan
negara yang terus berproses ke arah yang lebih baik dimana dalam proses tersebut,
rakyat diberi peran penting dalam menentukan atau memutuskan berbagai hal yang
menyangkut kehidupan bersama sebagai sebuah bangsa dan negara.
Kebebasan dan demokrasi sering dipakai
secara timbal balik, tetapi keduanya tidak sama. Sebagai suatu konsep demokrasi
adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang juga mencakup
seperangkat praktek yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering
berlikuliku. Pendeknya demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan. Artinya, kebebasan
yang dimiliki rakyat di atur dan diarahkan oleh sebuah lembaga kekuasaan yang
sumber kekuasaannya berasal dari rakyat dan dijalankan sendiri oleh rakyat,
sehingga kebebasan yang mereka miliki dapat dilaksanakan secara bertanggung
jawab dan tidak melanggar kebebasan yang dimiliki orang lain.
2. Klasifikasi atau Jenis-jenis
Demokrasi
Bagian kedua kita memahami Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila adalah mengetahui Klasifikasi atau Jenis-jenis Demokrasi
yang berkembang di dunia. Demokrasi telah dijadikan sebagai sistem politik yang
dianut oleh sebagian besar negara di dunia. Meskipun demikian, dalam
pelaksanaannya berbeda-beda tergantung dari sudut pandang masing-masing.
Keanekaragaman sudut pandang inilah yang membuat demokrasi dapat dikenal dari
berbagai macam bentuk.
Berikut ini dipaparkan beberapa
macam bentuk demokrasi.
a. Berdasarkan titik berat
perhatiannya
Dilihat dari titik berat yang menjadi perhatiannya, demokrasi dapat
dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Demokrasi formal, yaitu suatu demokrasi yang
menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk
mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi. Bentuk demokrasi
ini dianut oleh negara-negara liberal.
2. Demokrasi material, yaitu demokrasi yang
dititikberatkan pada upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi,
sedangkan persamaan dalam bidang politik kurang diperhatikan bahkan
kadang-kadang dihilangkan. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara
komunis
3. Demokrasi gabungan, yaitu bentuk demokrasi yang
mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari bentuk demokrasi formal dan
material. Bentuk demokrasi ini dianut oleh negara-negara non-blok.
b. Berdasarkan ideologi
Berdasarkan ideologi yang menjadi landasannya, demokrasi dapat dibedakan kedalam
dua bentuk, yaitu:
1. Demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal, yaitu
demokrasi yang didasarkan pada kebebasan atau individualisme. Ciri khas
pemerintahan demokrasi konstitusional adalah kekuasaan pemerintahannya terbatas
dan tidak diperkenankan banyak melakukan campur tangan dan bertindak sewenang-wenang
terhadap rakyatnya. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
2. Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar, yaitu
demokrasi yang didasarkan pada paham marxisme-komunisme. Demokrasi rakyat
mencitacitakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari
keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan serta paksaan.
Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat tersebut, apabila diperlukan, dapat
dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Mr. Kranenburg demokrasi
rakyat lebih mendewakan pemimpin. Sementara menurut pandangan Miriam Budiardjo,
komunisme tidak hanya merupakan sistem politik, tetapi juga mencerminkan gaya
hidup yang berdasarkan nilai-nilai tertentu. Negara merupakan alat untuk mencapai
komunisme dan kekerasaan dipandang sebagai alat yang sah.
c. Berdasarkan proses penyaluran
kehendak rakyat
Menurut cara penyaluran kehendak rakyat, demokrasi dapat dibedakan ke dalam
dua bentuk, yaitu:
1. Demokrasi langsung, yaitu paham demokrasi yang
mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan
umum negara atau undang-undang secara langsung.
2. Demokrasi tidak langsung, yaitu paham demokrasi yang
dilaksanakan melalui sistem perwakilan. Penerapan demokrasi seperti ini
berkaitan dengan kenyataan suatu negara yang jumlah penduduknya semakin banyak,
wilayahnya semakin luas dan permasalahan yang dihadapinya semakin rumit dan
kompleks. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan biasanya
dilaksanakan melalui pemilihan umum.
3. Prinsip-Prinsip Demokrasi
Berbicara mengenai demokrasi maka
tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang kekuasaan rakyat. Seperti yang
diungkapkan pada bagian sebelumnya bahwa demokrasi itu merupakan pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, maka secara eksplisit ditegaskan
bahwa rakyatlah pemegang kekuasaan yang sebenarnya.
Demokrasi sebagai sistem politik
yang saat ini dianut oleh sebagian besar negara di dunia tentu saja memiliki
prinsip-prinsip yang berbeda dengan sistem yang lain. Henry B. Mayo sebagaimana
dikutip oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu
Politik mengungkapkan prinsip dari demokrasi yang akan mewujudkan suatu sistem
politik yang demokratis. Adapun
prinsip-prinsip tersebut antara lain
adalah :
a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara
melembaga.
b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam
suatu masyarakat yang sedang berubah.
c. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
d. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
e. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman.
f. Menjamin tegaknya keadilan.
Kemudian, menurut Alamudi
sebagaimana dikutip oleh Sri Wuryan dan Syaifullah dalam bukunya yang berjudul
Ilmu Kewarganegaraan, suatu negara dapat disebut berbudaya demokrasi apabila
memiliki soko guru demokrasi sebagai berikut:
a. Kedaulatan rakyat.
b. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang
diperintah.
c. Kekuasaan mayoritas.
d. Hak-hak minoritas.
e. Jaminan hak-hak asasi manusia.
f. Pemilihan yang bebas dan jujur.
g. Persamaan di depan hukum.
h. Proses hukum yang wajar.
i. Pembatasan pemerintahan secara konstitusional.
j. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
k. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan
mufakat
Prinsip-prinsip demokrasi yang
diuraikan di atas sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu bentuk pemerintahan yang demokratis. Berdasarkan
prinsip-prinsip inilah, sebuah pemerintahan yang demokratis dapat ditegakkan.
Sebaliknya tanpa prinsip-prinsip tersebut, bentuk pemerintah yang demokratis
akan sulit ditegakkan
Materi selanjutnya terkait Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila adalah memahami Sejarah dan Dinamika Penerapan Demokrasi di Indonesia.
Berikut penjelasan terkait Dinamika Penerapan Demokrasi di Indonesia.
1. Prinsip-prinsip Demokrasi di
Indonesia
Pada bagian sebelumnya, kalian telah
mempelajari prinsip-prinsip demokrasi secara umum. Nah, bagaimana dengan
prinsip demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia? Ahmad Sanusi mengutarakan 10
pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
a. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Artinya,
seluk beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus
taat asas, konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan
Yang Maha Esa.
b. Demokrasi dengan kecerdasan. Artinya, mengatur dan
menyelenggarakan demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan
massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan
rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
c. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Artinya,
Kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyatlah yang
memiliki/memegang kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat
itu dipercayakan kepada wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.
d. Demokrasi dengan rule of law. Hal ini mempunyai empat
makna penting. Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia itu harus
mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth) bukan
demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif. Kedua,
kekuasaan negara itu memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi
yang terbatas pada keadilan formal dan pura-pura. Ketiga, kekuasaan negara itu
menjamin kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan
kesemrawutan atau anarki. Keempat, kekuasaan negara itu mengembangkan manfaat
atau kepentingan hukum (legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan,
bukan demokrasi yang justru mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan,
permusuhan, dan kerusakan.
e. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara. Artinya,
demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan
saja mengakui kekuasaan negara Republik Indonesia yang tidak tak terbatas
secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan dengan pemisahan kekuasaan
negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang bertanggung jawab. Jadi
demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengenal semacam pembagian dan pemisahan kekuasaan (division and separation of
power), dengan sistem pengawasan dan perimbangan (check and balances).
f. Demokrasi dengan hak asasi manusia, Artinya, demokrasi
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui hak
asasi manusia yang tujuannya bukan saja menghormati hak-hak asas tersebut,
melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan martabat dan derajat manusia
seutuhnya
g. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka. Artinya,
demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang merdeka (independen) yang
memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang berkepentingan untuk
mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka pengadilan yang
merdeka itu penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa dengan
pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsiderans
(pertimbangan), dalil-dalil, fakta-fakta, saksi, alat pembuktian, dan
petitumnya.
h. Demokrasi dengan otonomi daerah. Artinya, otonomi
daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan
legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan
atas kekuasaan Presiden. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
secara jelas memerintahkandibentuknya daerah-daerah otonom pada propinsi dan kabupaten/kota.
Dengan Peraturan Pemerintah, daerahdaerah otonom itu dibangun dan disiapkan
untuk mampu mengatur dan menyelenggarakan urusanurusan pemerintahan sebagai urusan
rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah
Daerah.
i. Demokrasi dengan kemakmuran. Artinya, demokrasi itu
bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan tanggung
jawab, bukan pula hanya asal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian
kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan
keadilan hukum. Sebab bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu ternyata ditujukan
untuk membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk
sebesarbesarnya rakyat Indonesia.
j. Demokrasi yang berkeadilan sosial. Artinya, Demokrasi
menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menggariskan
keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat.
Tidak ada golongan, lapisan, kelompok, satuan, atau organisasi yang jadi anak
emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau hak-hak khusus.
Apa sebenarnya yang menjadi karakter
utama demokrasi Pancasila? Karakter utama demokrasi Pancasila adalah sila
keempat, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dengan kata lain, demokrasi Pancasila mengandung
tiga karakter utama, yaitu kerakyatan, permusyawaratan, dan hikmat
kebijaksanaan. Tiga karakter tersebut sekaligus berkedudukan sebagai cita-cita
luhur penerapan demokrasi di Indonesia. Cita-cita kerakyatan merupakan bentuk
penghormatan kepada rakyat Indonesia dengan member kesempatan kepada rakyat
Indonesia untuk berperan atau terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh pemerintah. Cita-cita permusyawaratan memancarkan keinginan
untuk mewujudkan negara persatuan yang dapat mengatasi paham perseorangan atau golongan.
Sedangkan cita-cita hikmat kebijaksanaan merupakan keinginan bangsa Indonesia
bahwa demokrasi yang diterapkan di Indonesia merupakan demokrasi yang
didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, perikemanusian, persatuan, permusyawaratan
dan keadilan. Hikmat kebijaksanaan itu adalah perpaduan antara kebenaran yang
berasal dari Tuhan dengan pemikiran manusia.
Berikut ini nilai lebih Demokrasi
Pancasila dibandingkan demokrasi lainnya, yaitu:
a. Persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c. Pelaksanaan kebebasan yang dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan orang lain.
d. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
e. Pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat.
f. Mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
2. Periodesasi Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Pada bagian sebelumnya, telah
dibahas secara singkat karakteristik demokrasi Indonesia. Hal ini secara
otomatis akan memunculkan suatu anggapan dalam benak kita bahwa negara kita
adalah negara demokrasi. Akan tetapi, muncul suatu pertanyaan apakah benar
negara kita adalah negara demokrasi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita
dapat menggunakan sudut pandang normatif dan empirik.
Dalam sudut pandang normatif, demokrasi
merupakan sesuatu yang secara ideal hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh
sebuah negara, seperti misalnya kita mengenal ungkapan “pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Ungkapan normatif tersebut biasanya
diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya dalam
Undang-Undang Dasar 1945 bagi pemerintahan Republik Indonesia. Apakah secara
normatif, negara kita sudah memenuhi kriteria sebagai negara demokrasi?
Jawabannya tentu saja sudah. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan negara
kita, semua konstitusi yang pernah berlaku menganut prinsip demokrasi. Hal ini
dapat dilihat misalnya:
a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum diamandemen)
berbunyi “kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat”.
b. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (setelah diamandemen) berbunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
c. Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1:
1) Ayat (1) berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi”
2) Ayat (2) berbunyi “Kekuasaan kedaulatan Republik
Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan
Rakyat dan Senat”
d. Dalam UUDS 1950 Pasal 1:
1) Ayat (1) berbunyi “ Republik Indonesia yang merdeka
dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”
2) Ayat (2) berbunyi “Kedaulatan Republik Indonesia
adalah ditangan rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
rakyat”
Dari keempat konstitusi tersebut,
kita dapat melihat secara jelas bahwa secara normatif Indonesia adalah negara
demokrasi. Akan tetapi yang menjadi persoalan apakah konstitusi tersebut
melahirkan suatu sistem yang demokratis? Nah, untuk melihat apakah suatu sistem
pemerintahan adalah sistem yang demokratis atau tidak, dapat dilihat dari
indikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini:
a. Akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang
jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus
dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau kata-katanya, serta yang tidak kalah
pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan yang
akan dijalaninya. Pertanggungjawaban itu tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi
juga menyangkut keluarganya dalam arti luas, yaitu perilaku anak dan isterinya,
juga sanak keluarganya terutama yang berkaitan dengan jabatannya.
b. Rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan
terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai.
Jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang
lain tertutup sama sekali.
c. Rekruitmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan
terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekruitmen politik yang
terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan
politik yang dipilih rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan
kompetisi untuk mengisi jabatan politik tersebut.
d. Pemilihan Umum. Dalam suatu negara demokrasi, pemilu
dilaksanakan secara teratur. Pemilu merupakan sarana untuk melaksanakan rotasi kekuasaan
dan rekruitmen politik. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyai hak
untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan
kehendak hati nuraninya. Dia bebas untuk menentukan partai atau calon mana yang
akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih
juga bebas mengikuti segala macam akitivitas pemilihan seperti kampanye dan
menyaksikan penghitungan suara.
e. Pemenuhan hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang
demokratis, setiap warga negara dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas,
termasuk didalamnya hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan
berserikat serta hak untuk menikmati pers yang bebas. Kelima indikator di atas
merupakan elemen umum dari demokrasi yang menjadi ukuran dari sebuah negara
demokratis. Dari indikator-indikator tersebut, apakah semuanya sudah diterapkan di Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita bisa melihatnya dari alur sejarah
politik di Indonesia, yaitu pada pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia,
pemerintahan parlementer, pemerintahan demokrasi terpimpin, pemerintahan orde
baru dan pemerintahan orde reformasi. Mengapa demikian? Karena pada masa-masa
tersebut demokrasi sebagai sistem pemerintahan Republik Indonesia mengalami
perkembangan yang fluktuatif.
Dengan berdasarkan pada
indikator-indikator yang disebutkan di atas, berikut ini dipaparkan
perkembangan demokrasi pada masa-masa tersebut, sehingga pada akhirnya kita
dapat menjawab sendiri pertanyaan apakah Indonesia negara demokrasi atau bukan?
a. Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia pada Periode 1945-1949
Kalau kita mengikuti risalah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, maka kita akan melihat begitu besarnya komitmen para pendiri bangsa
ini untuk mewujudkan demokrasi politik di Indonesia. Muhammad Yamin dengan
beraninya memasukkan asas peri kerakyatan dalam usulan dasar negara Indonesia
merdeka, dan Ir. Soekarno dengan penuh keyakinan memasukkan asas mufakat atau
demokrasi dalam usulannya tentang dasar negara Indonesia merdeka yang kemudian
diberi nama Pancasila. Keyakinan mereka yang sangat besar tersebut timbul
karena dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan mereka.
Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada
komitmen, tetapi juga merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan. Pada masa
pemerintahan revolusi kemerdekaan ini (1945-1949), pelaksanaan demokrasi baru
terbatas pada berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Sedangkan
elemen-elemen demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan
kondisi yang tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus
memusatkan seluruh energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan
kemerdekaan dan menjaga kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap hidup.
Partai-partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat. Tetapi fungsinya yang
paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan
kesadaran untuk bernegara serta menanamkan semangat anti penjajahan. Karena
keadaan yang tidak mengizinkan, Pemilihan Umum belum dapat dilaksanakan
sekalipun hal itu telah menjadi salah agenda politik utama.
Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi
pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan halhal
mendasar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya. Pertama,
pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak
semula, mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga
begitu kita menyatakan kemerdekaan dari pemerintah kolonial Belanda, semua
warga negara yang sudah dianggap dewasa memiliki hak politik yang sama, tanpa
ada diskriminasi yang bersumber dari ras, agama, suku dan kedaerahan. Kedua,
presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang
diktator, dibatasi kekuasaanya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
dibentuk untuk menggantikan parlemen. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden,
maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi
peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masamasa selanjutnya
dalam sejarah kehidupan politik kita.
b. Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia pada Periode 1949-1959
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang
waktu antara tahun 1949 sampai 1959. Pada periode ini terjadi dua kali
pergantian undang-undang dasar. Pertama, pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi
RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agutus 1950. Dalam
rentang waktu ini, bentuk Negara kita berubah dari kesatuan menjadi serikat,
system pemerintahan juga berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer.
Kedua, pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 pada
rentang waktu 17 Agutus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959. Periode pemerintahan ini bentuk negara
kembali berubah menjadi negara kesatuan dan sistem pemerintahan menganut system
parlementer. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada periode 1949 sampai
dengan 1959, negara kita menganut demokrasi parlementer.
Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia,
karena hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam
kehidupan politik di Indonesia. Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau
parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang
berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya
sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet
harus meletakan jabatannya, meskipun pemerintahannya baru berjalan beberapa
bulan, seperti yang terjadi kepada Ir. Djuanda Kartawidjaja yang diberhentikan
dengan mosi tidak percaya dari parlemen.
Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada
umumnya sangat tinggi. Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan
juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial. Sejumlah kasus jatuhnya
kebinet dalam periode ini merupakan contoh konkret dari tingginya akuntabilitas
tersebut.
Ketiga, kehidupan kepartaian boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya
untuk berkembang secara maksimal. Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem
multipartai. Pada periode ini, hampir 40 partai politik terbentuk dengan
tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau
pimpinan partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal
rekruitmen boleh dikatakan tidak ada sama sekali.Sehingga setiap partai bebas
memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.
Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada
1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip
demokrasi. Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair, serta
yang tidak kalah pentingnya adalah setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya
dengan bebas tanpa ada tekan atau rasa takut.
Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka
tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat
memanfatkannya dengan maksimal. Hak untuk berserikat dan berkumpul dapat
diwujudkan dengan jelas, dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi
peserta Pemilihan Umum. Kebebasan pers juga dirasakan dengan baik. Demikian
juga dengan kebesan berpendapat. Masyarakat mampu melakukannya tanpa ada rasa
takut untuk menghadapi resiko, sekalipun mengkritik pemerintah dengan keras.
Sebagai contoh adalah yang dilakukan oleh Dr. Halim mantan Perdana Menteri yang
menyampaikan surat terbuka dan mengeluarkan semua isi hatinya dengan kritikan
yang sangat tajam terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno.
Surat tersebut tertanggal 27 Mei 1955. Petikan isi surat tersebut adalah
sebagai berikut.
Dikarenakan hubungan
kita selama tiga atau empat tahun yang terbatas pada satu atau dua pertemuan
setahun…, saya terpanggil untuk menggunakan bentuk “surat terbuka”ini guna
meminta perhatian Saudara terhadap keadaan sekarang ini, yang saya yakini bukan
hanya luar biasa pelik, tapi telah hampir menjadi ledakan. Mungkin Saudara
sudah mengetahui hal-hal ingin saya sebutkan di sini atau yang sudah saya
sampaikan kepada saudara untuk diperhatikan. Walaupun demikian, saya rasa perlu
hal-hal itu dinyatakan kembali, karena saya tidak adanya langkah-langkah yang ditempuh
untuk memperbaiki keadaan ini. Sebaliknya, keadaankeadaan buruk yang
berlangsung di negeri kita sekarang setiap hari semakin buruk.
Akhirnya, saya ingin
menyatakan, bahwa saya gembira ketika mendengar Saudara menyatakan bahwa
pengembalian Irian Barat ke Indonesia merupakan “obsesi” bagi Saudara. Tetapi
saya akan lebih gembira lagi kalau saya mendengar Saudara menyatakan bahwa
kesejahteraan rakyat juga menjadi obsesi Saudara. Saya berharap, Saudara
membaca surat ini dengan semangat kejujuran. (dikutif dari buku Politik
Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi karangan Affan Gaffar,2004:15-16)
Setelah kalian menelaah surat tersebut, nilai-nilai apa saja yang
terkandung dalam surat tersebut yang dapat kalian teladani dalam kehidupan
sehari-hari?
Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah memperoleh otonomi
yang cukup bahkan otonomi yang seluas-luasnya dengan asas desentralisasi
sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Keenam indikator tersebut merupakan ukuran kesuksesan pelaksanaan demokrasi
pada masa pemerintahan parlementer. Akan tetapi, kesuksesan tersebut tidak
berumur panjang. Demokrasi parlementer hanya bertahan selama sembilan tahun
seiring dengan dikeluarkannya dekrit oleh Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli
1959 yang membubarkan Konstituante dan kembali kepada UUD 1945. Presiden
menganggap bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia yang dijiwai oleh semangat gotong royong, sehingga beliau menganggap
bahwa sistem demokrasi ini telah gagal mengadopsi nilai-nilai kepribadian
bangsa Indonesia.
Lalu mengapa demokrasi parlementer mengalami kegagalan? Pertama, munculnya
usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk membentuk
pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik
yang ada termasuk Partai komunis Indonesia. Melalui konsepsi ini presiden
membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan
organisasi kemasyarakatan. Konsepsi Presiden dan Dewan Nasional ini mendapat
tantangan yang sangat kuat dari sejmlah partai politik terutama Masyumi dan
PSI. Mereka menganggap bahwa pembentukan Dewan Nasional merupakan pelanggaran
yang sangat
fundamental terhadap konstitusi
negara, karena lembaga tersebut tidak dikenal dalam konstitusi.
Kedua, Dewan Konstituante mengalami
jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional, karena
tidak tercapainyatitik temu antara dua kubu politik, yaitu kelompok yang
menginginkan Islam sebagai ideologi negara dan kelompok lain menginginkan
Pancasila sebagai ideologi negara. Ketika voting dilakukan, ternyata suara
mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai.
Ketiga, dominannya politik aliran,
sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik. Akibat politik
aliran tersebut, setiap konflik yang terjadi cenderung meluas melewati batas
wilayah, yang pada akhirnya membawa dampak yang sangat negatif terhadap
stabilitas politik.
Keempat, basis sosial ekonomi yang
masih sangat lemah. Struktur sosial yang dengan tegas membedakan kedudukan
masyarakat secara langsung tidak
mendukung keberlangsungan demokrasi.
Akibatnya semua komponen yangdi masyarakat sulit dipersatukan, sehinggal hal
tersebut mengganggu stabilitas pemerintahan yang berdampak pada begitu mudahnya
pemerintahan yang sedang berjalan dijatuhkan atau diganti sebelum masa
jabatannya selesai.
c. Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia pada Periode 1959-1965
Kinerja Dewan Konstituante yang
berlarut-larut membawa Indonesia ke dalam persoalan politik yang sangat pelik.
Negara dilingkupi oleh kondisi yang serba tidak pasti, karena landasan
konstitusional tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena hanya bersifat
sementara. Selain itu juga, situasi seperti ini memberi pengaruh yang besar
terhadap situasi keamanan nasional yang sudah membahayakan persatuan dan
kesatuan nasional.
Presiden Soekarno sebagai kepala
negara melihat situasi ini sangat membahayakan bila terus dibiarkan. Oleh
karena itu untuk mengeluarkan bangsa ini dari persoalan yang teramat pelik ini,
Presiden Soekano suatu dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang selanjutnya dikenal
dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1945. dalam dekrit tersebut, presiden
menyatakan membubarkan Dewan Konstituante dan kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Dekrit Presiden tersebut mengakhiri era demokrasi parlementer, yang
kemudian membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan politik nasional. Era
baru demokrasi dan pemerintahan Indonesia mulai di masuki, yaitu suatu konsep
demokrasi yang oleh Presiden Soekarno disebut sebagai Demokrasi Terpimpin.
Maksud konsep terpimpin ini, dalam pandangan Presiden Soekarno adalah dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Demokrasi terpimpin merupakan
pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada masa demokrasi
parlementer. Apa yang disebut dengan demokrasi tidak lain merupakan perwujudan
kehendak kehendak presiden dalam rangka menempatkan dirinya sebagai
satu-satunya institusi yang paling berkuasa di Indonesia. Adapun karakteristik
yang utama dari perpolitikan pada era demokrasi terpimpin adalah:
Pertama, mengaburnya sistem
kepartaian. Kehadiran partai-partai politik, bukan untuk mempersiapkan diri
dalam rangka mengisi jabatan politik di pemerintah (karena Pemilihan Umum tidak
pernah dijalankan), tetapi lebih merupakan elemen penopang dari tarik ulur
kekuatan antara lembaga kepresidenan, Angkatan darat dan Partai Komunis
Indonesia.
Kedua, dengan terbentuknya Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong, peranan lembaga legislatif dalam sistem
politik nasional menjadi sedemikian lemah. Karena, DPR-GR tidak lebih hanya
merupakan instrumen politik lembaga kepresidenan. Proses rekruitmen politik
untuk lembaga ini pun ditentukan oleh Presiden.
Ketiga, hak dasar manusia menjadi
sangat lemah. Presiden dengan mudah menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang
tidak sesuai dengan kebijaksanaannya atau yang mempunyai keberanian untuk
menentangnya. Sejumlah lawan politiknya menjadi tahan politik presiden,
terutama yang berasal dari kalangan Islam dan Sosialis.
Keempat, masa demokrasi terpimpin
adalah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers. Sejumlah surat kabar dan
majalah diberangus oleh pemerintah seperti misalnya Harian Abadi dari Masyumi
dan Harian Pedoman dari PSI.
Kelima, sentralisasi kekuasaan yang
semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
Daerah-daerah memiliki otonomi yang terbatas.
Dari lima karakter di atas, kita
bisa menyimpulkan bahwa demokrasi terpimpin sudah keluar dari aturan yang
benar. Bukan dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, akan tetapi dipimpin oleh
institusi kepresidenan yang sangat otoriter yang jauh dari niali-nilai demokrasi
universal. Masa ini bisa disebut sebagai masa suram demokrasi di Indonesia.
d. Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia pada Periode 1965-1998
Era baru dalam pemerintahan dimulai
setelah melalui masa transisi yang
singkat yaitu antara tahun
1966-1968, ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik
Indonesia. Era yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi
Pancasila. Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Dengan visi tersebut, Orde Baru memberikan secercah
harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan
perubahan-perubahan politik, dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi
terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis. Harapan rakyat
tersebut tentu saja ada dasarnya.
Presiden Soeharto sebagai tokoh
utama Orde Baru dipandang rakyat sebagai sesosok pemimpin yang yang mampu
mengeluarkan bangsa ini keluar dari keterpurukan. Hal ini dikarenakan beliau
berhasil membubarkan PKI, yang ketika itu dijadikan musuh utama negeri ini.
Selain itu, beliu juga berhasil menciptakan stabilitas keamanan negeri ini
pasca pemberontakan PKI dalam waktu yang relatif singkat. Itulah beberapa anggapan
yang menjadi dasar kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah
pimpinan Presiden Soeharto.
Harapan rakyat tersebut tidak
sepenuhnya terwujud. Karena, sebenarnya tidak ada perubahan yang subtantif dari
kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde Lama sebenarnya sama
saja (sama-sama otoriter). Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru,
kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga Kepresidenan
merupakan pengontrol utama lembaga negara lainnya baik yang bersifat
suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK dan MA) maupun yang bersifat infrastruktur
(LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Selain itu juga Presiden Soeharto
mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban
Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
Dari uraian di atas, kita bisa menggambarkan
bahwa pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan. Pelaksanaan
nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik
penguasa belaka. Kenyataan yang terjadi demokrasi Pancasila sama dengan
kediktatoran.
Untuk lebih jelas, berikut ini
dipaparkan karkateristik demokrasi Pancasila ala Orde Baru yang berdasarkan pada
indikator demokrasi yang telah dikemukakan sebelumnya.
Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh
dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kecuali pada jajaran yang lebih rendah,
seperti: gubernur, bupati/walikota, camat dan kepala desa. Kalaupun ada perubahan,
selama pemerintahan Orde Baru hanya terjadi pada jabatan wakil presiden,
sementara pemerintahan secara esensial masih tetap sama.
Kedua, rekruitmen politik bersifat
tertutup. Rekruitmen politik merupakan proses pengisian jabatan politik di
dalam penyelenggaraan pemerintah negara baik itu untuk lembaga eksekutif
(pemerintah pusat maupun daerah), legislatif (MPR, DPR, dan DPRD) maupun
lembaga yudikatif (Mahkamah Agung). Dalam negara yang menganut sistem
pemerintahan yang demokratis, semua warga negara yang mampu dan memenuhi syarat
mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan politik tersebut. Akan
tetapi, yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru, sistem rekruitmen
politik tersebut bersifat tertutup, kecuali anggota DPR yang berjumlah 400
orang dipilih melalui Pemilihan Umum. Pengisian jabatan tinggi negara seperti
Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung dan jabatan-jabatan lainnya dalam
birokrasi dikontrol sepenuhnya oleh lembaga kepresidenan. Demikian juga dengan
anggota badan legislatif. Anggota DPR sejumlah 100 orang dipilih melalui proses
pengangkatan dengan surat keputusan Presiden. Sementara itu dalam kaitannya
dengan rekruitmen politik lokal (seperti gubernur dan bupati/walikota),
masyarakat di daerah tidak mempunyai peluang untuk ikut menentukan pemimpin
mereka, karena kata akhir tentang siapa yang akan menjabat diputuskan oleh
Presiden. Jelas, sistem rekruitmen seperti sangat bertentangan dengan semangat
demokrasi.
Ketiga, Pemilihan Umum. Pada masa
pemerintahan Orde Baru, Pemilihan Umum telah dilangsungkan sebanyak tujuh kali
dengan frekuensi yang teratur setiap lima tahun sekali. Tetapi kalau kita amati
kualitas pelaksanaan pemilihan umum tersebut masih jauh dari semangat
demokrasi. Karena Pemilihan Umum tidak melahirkan persaingan yang sehat, yang
terjadi adalah kecurangankecurangan yang sudah menjadi rahasia umum.
Keempat, pelaksanaan hak dasar warga
negara. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, bahwa dunia internasional
seringkali menyoroti politik Indonesia berkaitan erat dengan perwujudan jaminan
hak asasi manusia. Masalah kebebasan pers sering muncul ke permukaan. Persoalan
mendasar adalah selalu adanya campur tangan birokrasi yang sangat kuat. Selama
pemerintahan orde baru, sejarah pemberangusan surat kabar dan majalah terulang
kembali seperti yang terjadi pada masa orde lama, misalnya beberapa media massa
seperti Tempo, Detik, dan Editor dicabut surat izin penerbitannya atau dengan
kata lain dibredel setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi tentang
berbagai masalah penyelewengan oleh pejabat-pejabat negara.
Selain itu, kebebasan berpendapat
menjadi barang langka dan mewah. Pemerintah melalui kepanjangan tangannya
(aparat keamanan) memberikan ruang yang terbatas kepada masyarakat untuk
berpendapat. Pemberlakuan UndangUndang Subversif membuat posisi pemerintah kuat
karena tidak ada kontrol dari rakyat. Rakyat menjadi takut untuk berpendapat
mengenai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tidak jarang pemerintah
memenjarakan dan mencekal orang-orang yang mengkritisi kebijakannya.
Keempat indikator di atas merupakan
bukti yang tidak terbantahkan dan menjadi catatan hitam perjalanan demokrasi di
Indonesia. Akankah masa-masa pahit ini kembali terulang? Jawabannya
dikembalikan kepada semua elemen bangsa ini.
e. Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia pada Periode 1998-sekarang
Penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru pada akhirnya membawa Indonesia kepada
krisis multidimensi yang di awali dengan badai krisis moneter yang tidak
kunjung reda. Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis
politik, dimana tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil.
Tidak hanya itu, kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di semua belahan bumi
nusantara ini. Akibatnya bisa ditebak, pemerintahan orde baru di bawah pimpinan
Presiden Soeharto (meskipun kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR bulan Maret
tahun 1998) terperosok ke dalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan
politik baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama
Amerika Serikat, secara terbuka meminta Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya sebagai presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang
dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan menuntut Presiden Soeharto lengser dari
jabatannya. Tekanan dari massa mencapai puncaknya ketika tidak kurang dari
15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR yang mengakibatkan proses
politik nasional praktis lumpuh. Sekalipun pada saat-saat akhir Presiden
Soeharto ingin menyelematkan kursi kepresidenannya dengan menawarkan berbagai
langkah, antara lain reshuffle (perombakan) kabinet dan membentuk Dewan
Reformasi, akan tetapi Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali
mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada hari Kamis tanggal 21
Mei 1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka Jakarta menyatakan
berhenti sebagai Presiden dan dengan menggunakan pasal 8 UUD 1945, Presiden
Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden
Habibie disumpah sebagai penggantinya di hadapan Mahkamah Agung, karena DPR
tidak dapat berfungsi karena gedungnya diambil alih oleh mahasiswa. Saat itu,
kepimpinan nasional segera beralih dari Soeharto ke Habibie. Hal ini merupakan
jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh kontroversi tentang
status hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama satu tahun
kepemimpinan.
Dalam masa pemerintahan Presiden
Habibie inilah muncul beberapa indikator pelaksanaan demokrasi di Indonesia.
Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk
berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakukannya sistem
multipartai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini sebagai Presiden
Republik Indonesia membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat dan
berkumpul sesuai dengan ideologi dan aspirasi politiknya.
Dua hal yang dilakukan Presiden
Habibie di atas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi
Indonesia pada masa selanjutnya. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era
reformasi ini adalah demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang
berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi parlementer tahun
1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang
sebelumnya. Sistem pemilu yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat
untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat bisa
langsung memilih wakilnya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presiden pun
dipilih secara langsung. Tidak hanya itu, mulai tahun 2005 kepala daerah pun
(gubernur dan bupati/walikota) dipilih langsung oleh rakyat. Kedua, rotasi
kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa.
Ketiga, pola rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara
terbuka dimana setiap warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat
menduduki jabatan politik tersebut tanpa adanya diskrimisi. Keempat, sebagian
besar hak dasar rakyat bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan pers dan sebagainya. Kondisi demokrasi Indonesia saat ini
bisa diibaratkan sedang menuju sebuah kesempurnaan. Akan tetapi jalan terjal
menuju itu tentu saja selalu menghadang.
Dan yang tak kalah pentingnya dalam
mempelajari Sistem dan Dinamika
Demokrasi Pancasila adalah bagaimana
kita menerapkan atau membangun kehidupan yang demokratis di Indonesia.
Berikut ini penjelasan bagaimana kita membangun kehidupan yang demokratis dalam
kehidupan sehari-hari.
1. Pentingnya Kehidupan yang
Demokratis
Setelah kalian membaca dan memahami uraian materi sebelumnya, coba kalian
pikirkan apakah negara kita merupakan negara yang demokratis? Mengapa kehidupan
demokratis itu penting? Nah untuk menjawab pertanyaan tersebut, kalian pahami
uraian materi berikut ini.
Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara yang demokratis,
apabila di dalam pemerintahan tersebut rakyat memiliki persamaan di depan hukum,
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan
memperoleh pendapatan yang layak karena terjadi distribusi pendapatan yang adil,
serta memiliki kekebasan yang bertanggung jawab. Mari kita uraikan makna masing-masing.
a. Persamaan kedudukan di muka hukum
Hukum itu mengatur bagaimana seharusnya penguasa bertindak, bagaimana hak
dan kewajiban dari penguasa dan juga rakyatnya. Semua rakyat memiliki kedudukan
yang sama di depan hukum. Artinya, hukum harus dijalankan secara adil dan
benar. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa saja yang bersalah dihukum sesuai
ketentuan yang berlaku. Untuk menyiptakan hal itu harus ditunjang dengan adanya
aparat penegak hukum yang tegas dan bijaksana, bebas dari pengaruh pemerintahan
yang berkuasa dan berani menghukum siapa saja yang bersalah.
b. Partisipasi dalam pembuatan keputusan
Dalam negara yang menganut sistem politik demokrasi, kekuasaan tertinggi berada
di tangan rakyat dan pemerintahan dijalankan berdasarkan kehendak rakyat.
Aspirasi dan kemauan rakyat harus dipenuhi dan pemerintahan dijalankan
berdasarkan konstitusi yang merupakan arah dan pedoman dalam melaksanakan hidup
bernegara. Para pembuat kebijakan memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang
berkembang. Kebijakan yang dikeluarkan harus dapat mewakili berbagai keinginan
masyarakat yang beragam. Sebagai contoh ketika rakyat berkeinginan kuat untuk
menyampaikan pendapat di muka umum, maka pemerintah dan DPR menetap
undang-undang yang mengatur penyampaian pendapat di muka umum.
c. Distribusi pendapatan secara adil
Dalam negara demokrasi, semua bidang dijalankan dengan berdasarkan prinsip
keadilan termasuk di dalam bidang ekonomi. Semua warga negara berhak memperoleh
pendapatan yang layak. Pemerintah wajib memberikan bantuan kepada fakir dan
miskin yang berpendapatan rendah. Akhir-akhir ini pemerintah menjalankan
program pemberian bantuan tunai langsung, hal tersebut dilakukan dalam upaya
membantu langsung para fakir miskin. Pada kesempatan lain, Pemerintah terus
giat membuka lapangan kerja agar masyarakat bisa memperoleh penghasilan. Dengan
program-program tersebut diharapkan terjadi distribusi pendapatan yang adil di
antara warga negara Indonesia.
d. Kebebasan yang bertanggungjawab
Dalam sebuah negara yang demokratis, terdapat empat kebebasan yang sangat
penting, yaitu kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan
pendapat dan kebebasan berkumpul. Empat kebebasan ini merupakan Hak Asasi
Manusia yang harus dijamin keberadaannya oleh negara. Akan tetapi dalam
pelaksanaanya mesti bertanggung jawab, artinya kebebasan yang dimiliki oleh
setiap warga Negara tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Dengan kata lain kebebasan yang dikembangkan adalah kebebasan yang tidak tak
terbatas, yaitu kebebasan yang dibatasi oleh aturan dan kebebasan yang dimiliki
orang lain.
Setelah kalian memahami
karakteristik negara yang demokratis, coba kalian bayangkan jika kalian tidak
diperlakukan sama di depan hukum, maka kalian tentunya merasa diperlukan tidak
adil dan kepercayaan kalian terhadap lembagalembaga peradilan menjadi menurun
atau bahkan tidak ada. Bayangkan pula apabila masyarakat tidak diberi
kesempatan yang sama untuk mencari pekerjaan dan memperoleh penghidupan yang
layak, maka masyarakat banyak yang menganggur, fakir miskin bertambah banyak
jumlahnya dan semakin terlantar kehidupannya.
Demikian pula halnya dalam kehidupan
sehari-hari di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang kalian rasakan
seandainya kalian tidak diberi kesempatan berbicara di depan orang tuamu,
sehingga segala sesuatu aturan keluarga harus kalian ikuti tanpa
dimusyawarahkan terlebih dahulu. Jika di kelas kalian, guru tidak memberi
kesempatan untuk bertanya, mengemukakan pendapat, berdiskusi, maka pemahaman
kalian terhadap pelajaran menjadi kurang optimal. Dalam masyarakat apabila
penyelesaian perkara tidak melalui musyawarah, maka akan terjadi main hakim
sendiri dan pengambilan kebijakan yang sewenang-wenang, akibatnya suasana di
lingkungan masyarakat menjadi tidak nyaman dan tidak aman.
Dalam lingkup kehidupan berbangsa
dan bernegara, seandaianya tidak ada pemilihan umum untuk memilih presiden dan
wakil presiden, maka tentu saja tidak akan terwujud kebebasan warga negara
untuk memilih pemimpinnya. Bayangkan pula seandainya warga Negara tidak diberi
kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan pemerintah, maka
kebijakan yang dibuat pemerintah kecenderungannya akan sewenang-wenang, artinya
kebijakan tersebut tidak sesuai dengan aspirasi warga negara.
Berdasarkan uraian di atas dapat
dipahami bahwa kehidupan demokratis penting dikembangkan dalam berbagai
kehidupan, karena seandainya kehidupan yang demokratis tidak terlaksana, maka
asas kedaulatan rakyat tidak berjalan, tidak ada jaminan hak-hak asasi manusia,
tidak ada persamaan di depan hukum. Jika demikian tampaknya kita akan semakin
jauh dari tujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila
2. Perilaku yang Mendukung Tegaknya
Nilai-nilai Demokrasi
Demokrasi tidak mungkin terwujud,
jika tidak didukung oleh masyarakatnya. Pada dasarnya timbulnya budaya
demokrasi disebabkan karena rakyat tidak senang adanya tindakan yang
sewenang-wenang baik dari pihak penguasa maupun dari rakyat sendiri. Oleh
karena itu, kehidupan yang demokratis hanya mungkin dapat terwujud ketika
rakyat menginginkan terwujudnya kehidupan tersebut.
Bagaimana caranya supaya kita dapat
menjalankan kehidupan yang demokratis? Untuk menjalankan kehidupan demokratis,
kita bisa memulainya dengan cara menampilkan
beberapa prinsip di bawah ini dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
a. membiasakan diri untuk berbuat sesuai dengan aturan
main atau hukum yang berlaku;
b. membiasakan diri bertindak demokratis dalam segala
hal;
c. membiasakan diri menyelesaikan persoalan dengan
musyawarah;
d. membiasakan diri mengadakan perubahan secara damai
tidak dengan kekerasan;
e. membiasakan diri untuk memilih pemimpin-pemimpin
melalui cara-cara yang demokratis;
f. selalu menggunakan akal sehat dan hati nurani luhur
dalam musyawarah;
g. selalu mempertanggungjawabkan hasil keputusan
musyawarah baik kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara
bahkan secara pribadi;
h. menuntut hak setelah melaksanakan kewajiban;
i. menggunakan kebebasan dengan rasa tanggung jawab;
j. mau menghormati hak orang lain dalam menyampaikan
pendapat;
k. membiasakan diri memberikan kritik yang bersifat
membangun.
Kalian sebagai generasi penerus
bangsa dan sebagai ujung tombak dalam usaha
menegakkan nilai-nilai demokrasi, sudah semestinya mendemonstrasikan peran
serta kalian dalam usaha mewujudkan kehidupan yang demokratis. Paling tidak,
kalian mencoba membiasakan hidup demokratis di lingkungan keluarga dan di
lingkungan sekolah maupun masyarakat tempat kalian tinggal, sehingga pada
akhirnya berkembang menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.Nah,
sekarang coba kalian tuliskan contoh-contoh perilaku kalian yang mencerminkan
upaya menegakan nilai-nilai demokrasi.
Demikian materi pembelajaran tentang
Sistem dan Dinamika Demokrasi Pancasila. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.
No comments