Breaking

Thursday, February 8, 2024

Bentuk Negara Indonesia Dan Makna Kesatuan Bagi Bangsa Indonesia

Bentuk Negara Indonesia dan Makna Kesatuan bagi Bangsa Indonesia


Apa Bentuk Negara Indonesia ? Jawabannya tentu Negara Kesatuan atau lebih dikenal dengan istilah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Lalu apa makna kesatuan bagi bangsa Indonesia?.

 

A.  Bentuk Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sebagaimana  disebutkan  dalam  Bab  I,  pasal  1  UUD  Negara  Republik  Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.  Ini  berarti  bahwa  Organisasi  Pemerintahan  Negara  Republik  Indonesia  bersifat unitaris,  walaupun  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  kemudian terdesentralisasikan.    Sejalan  dengan  hal  tersebut,  maka  Negara  kesatuan  Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi  itu dibagi atas kabupaten dan kota. Pembagian  daerah    ke  dalam  provinsi,  kemudian  kabupaten,  kota  dan  desa tentunya  tidak  dimaksudkan  sebagai  pemisahan    apalagi  pemberian  kadulatan sendiri.    Pada  dasarnya  bentuk  organisasi  pemerintahan  negara  adalah  unitaris, namun  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  dapat  saja  diakukan  pendelegasian urusan  pemerintahan  atau  kewenangan  kepada  pemerintahan    provinsi, kabupaten/kota maupun desa.

 

B.  Makna Kesatuan dalam Sistem Penyelenggaraan Negara

Sebagai  sebuah  negara  kesatuan  (unitary  state),  sudah  selayaknya  dipahami benar makna “kesatuan” tersebut. Dengan memahami secara benar makna kesatuan, diharapkan  seluruh  komponen  bangsa  Indonesia  memiliki  pandangan,  tekat,  dan mimpi  yang  sama  untuk  terus  mempertahankan  dan  memperkuat  kesatuan  bangsa dan negara.

 

Filosofi  dasar  persatuan  dan  kesatuan  bangsa  dapat  ditemukan  pertama  kali dalam  kitab  Sutasoma  karya  Mpu  Tantular.  Dalam  kitab  itu  ada  tulisan  berbunyi “BhinnekaTunggal  Ika  tan  hana  dharma  mangrwa”, yang berarti  “berbeda-beda tetapi tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa inilah yang kemudian diadopsi sebagai semboyan yang tertera dalam lambing negara Garuda Pancasila. 

 

Semangat  kesatuan  juga  tercermin  dari  Sumpah  Palapa  Mahapatih  Gajahmada. Sumpah  ini  berbunyi: Sira  Gajah  Mahapatih  Amangkubhumi  tan  ayun  amuktia palapa,  sira  Gajah  Mada:  "Lamun  huwus kalah  nusantara  isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".

 

Terjemahan dari sumpah tersebut kurang lebih adalah: Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara,  saya  (baru  akan)  melepaskan  puasa.  Jika  mengalahkan  Gurun,  Seram, Tanjung  Pura,  Haru,  Pahang,  Dompo,  Bali,  Sunda,  Palembang,  Tumasik,  demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".

 

Informasi  tentang  Kitab  Sutasoma  dan  Sumpah  Palapa  ini  bukanlah  untuk bernostalgia  ke  masa  silam  bahwa  kita  pernah  mencapai  kejayaan.  Informasi  ini penting  untuk  menunjukkan  bahwa  gagasan,  hasrat,  dan  semangat  persatuan sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang dalam akar sejarah bangsa Indonesia. Namun  dalam  alam  modern-pun,  semangat  bersatu  yang  ditunjukkan  oleh  para pendahulu bangsa terasa sangat kuat. 

 

Jauh  sebelum  Indonesia  mencapai  kemerdekaannya,  misalnya,  para  pemuda pada tahun 1928 telah memiliki pandangan sangat visioner dengan mencita-citakan dan  mendeklarasikan  diri  sebagai  bangsa  yang  betbangsa  dan  bertanah  air Indoensia,  serta  berbahasa  persatuan bahasa Indonesia.  Pada  saat  itu,  jelas  belum ada  bahasa  persatuan.  Jika  pemilihan  bahasa  nasional  didasarkan  pada  jumlah penduduk  terbanyak  yang  menggunakan  bahasa  daerah  tertentu, maka  bahasa Jawa-lah  yang  akan  terpilih.  Namun  kenyataannya,  yang  terpilih  menjadi  bahasa persatuan  adalah  bahasa  Melayu.  Hal  ini  menunjukkan  tidak  adanya  sentimen kesukuan  atau  egoisme  kedaerahan.  Mereka  telah  berpikir  dalam  kerangka kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Dengan demikian,  peristiwa  Sumpah  Pemuda  tanggal  28  Oktober  1928  adalah  inisiatif original  dan  sangat  jenius  yang  ditunjukkan  oleh  kalangan  pemuda  pada  masa  itu. Peristiwa inilah yang membentuk dan merupakan kesatuan psikologis atau kejiwaan bangsa Indonesia.

 

Selain kesatuan kejiwaaan berupa Sumpah Pemuda tadi, bangsa Indonesia juga terikat  oleh  kesatuan  politik  kenegaraan  yang  terbentuk  dari  pernyataan kemerdekaan  yang  dibacakan  Soekarno-Hatta  atas  nama rakyat  Indonesia  pada tanggal  17  Agustus  1945.  Sejak  saat  itulah  Indonesia  secara  resmi  menjadi  entitas politik yang merdeka, berdaulat, dan berkedudukan sejajar dengan negara merdeka lainnya. 

 

Makna  kesatuan  selanjutnya  adalah  kesatuan  geografis,  teritorial  atau kewilayahan.  Kesatuan  kewilayahan  ini  ditandai  oleh  Deklarasi  Juanda  tanggal  13 Desember  1957  yang  menjadi  tonggak  lahirnya  konsep Wawasan  Nusantara. Dengan  adanya  Deklarasi  Juanda  tadi,  maka  batas  laut  teritorial  Indonesia mengalami  perluasan  dibanding  batas  teritorial  sebelumnya  yang  tertuang  dalam Territoriale Zee Maritiem Kringen Ordonantie 1939 (Ordinasi tentang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim) peninggalan Belanda. Deklarasi Juanda ini kemudian pada tanggal  18  Februari  1960  dalam  Undang-Undang  No.  4/Prp/1960  tentang  Perairan Indonesia.  Konsep  Wawasan  Nusantara  sendiri  diakui  dunia  internasional  pada tahun  1978,  khususnya  pada  Konferensi  Hukum  Laut  di  Geneva.  Dan  puncaknya, pada 10 Desember 1982 konsep Wawasan Nusantara diterima dan ditetapkan dalam Konvensi  Hukum  Laut  Perserikatan  Bangsa-Bangsa,  atau  lebih  dikenal  dengan UNCLOS  (United  Nations  Convention  on  the  Law  of  the  Sea),  yang  kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS Dengan  penegasan  batas  kedaulatan  secara  kewilayahan  ini,  maka  ide  kesatuan Indonesia semakin jelas dan nyata.

 

Konsep  kesatuan  psikologis  (kejiwaan),  kesatuan  politis  (kenegaraan)  dan kesatuan geografis (kewilayahan) itulah yang membentuk “ke-Indonesia-an” yang utuh, sehingga keragaman suku bangsa, perbedaan sejarah dan karakteristik daerah, hingga  keanekaragaman  bahasa  dan  budaya,  semuanya  adalah  fenomena  ke-Indonesia-an  yang  membentuk  identitas  bersama  yakni  Indonesia.  Sebagai  sebuah identitas  bersama,  maka  masyarakat  dari  suku Dani  di  Papua,  misalnya,  akan  turut merasa  memiliki  seni  budaya  dari  suku  Batak,  dan  sebaliknya.  Demikian  pula,  suku Betawi  dan  Jakarta  memiliki  kepedulian  untuk  melestarikan  dan  mengembangkan tradisi  dan  pranata  sosial  di  suku  Dayak  di  Kalimantan,  dan  sebaliknya.  Hubungan harmonis  seperti  ini  berlaku  pula  unruk  seluruh  suku  bangsa  di  Indonesia.  Ibarat tubuh  manusia,  jika  lengan  dicubit,  maka  seluruh  badanpun  akan  merasa  sakit  dan turut  berempati  karenanya. 

 

Dengan  demikian,  Indonesia  adalah melting  pot  atau tempat  meleburnya  berbagai  keragaman  yang  kemudian  bertransformasi  menjadi identitas  baru  yang  lebih  besar  bernama  Indonesia.  Indonesia  adalah  konstruksi masyarakat  modern  yang  tersusun  dari  kekayaan  sejarah,  sosial,  budaya,  ekonomi, politik,  dan  ideologi  yang  tersebar  di  bumi  nusantara.  Gerakan  separatisme  atau upaya-upaya  kearah  disintegrasi  bangsa,  adalah  sebuah  tindakan ahistoris yang bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan tersebut.

 

Disamping  kesatuan  psikologis,  politis,  dan  geografis  diatas,  penyelenggaraan pembangunan  nasional  juga  harus  didukung  oleh  kesatuan  visi.  Artinya,  ada koherensi  antara  tujuan  dan  cita-cita  nasional  yang  termaktub  dalam  Pembukaan UUD 1945 dengan visi, misi, dan sasaran strategis yang dirumuskan dalam Rencana Pembangunan  Jangka  Panjang  (RPJP)  Nasional,  Rencana  Pembangunan  Jangka Menengah  (RPJM)  Nasional,  Rencana  Pembangunan  Jangka  Panjang  (RPJP)  Daerah, Rencana  Pembangunan  Jangka  Menengah  (RPJM)  Daerah,  hingga  Rencana  Strategis Kementerian/Lembaga  dan  Satuan  Kerja  Pemerintah  Daerah  (SKPD)  baik  tingkat provinsi  maupun  kabupaten/kota.  Dengan  demikian,  maka  program-program pembangunan  di  setiap  instansi  pemerintah  baik  pusat  maupun  daerah,  pada hakekatnya  membentuk  derap  langkah  yang  serasi  menuju  kepada  titik  akhir  yang sama.  Bahkan  keberadaan  lembaga  politik,  pelaku  usaha  sektor  swasta,  hingga organisasi kemasyarakatan (civil society) sesungguhnya harus bermuara pada tujuan dan  cita-cita  nasional  tadi.  Ini  berarti  pula  bahwa  pencapaian  tujuan  dan  cita-cita nasional  bukanlah  tanggungjawab  dari  seseorang  atau  instansi  saja,  melainkan setiap warga negara, setiap pegawai/pejabat pemerintah, dan siapapun yang merasa memiliki  identitas  ke-Indonesia-an  dalam  dirinya,  wajib  berkontribusi  sekecil apapun dalam upaya mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.

 

Demikian pembelajaran tentang Bentuk Negara Indonesia dan Makna Kesatuan bagi Bangsa Indonesia. Selamat belajar.

 




= Baca Juga =



No comments:

Post a Comment